Rabu, 28 Februari 2018

Kisah-kisah Misteri Seputar Sungai Nil

Kisah Syaikhul Bahr (Puteri Duyung)
Kisah puteri duyung sangat kental dengan kehidupan masyarakat dewasa ini, khususnya dunia anak-anak. Ikan yang digambarkan berwajah cantik seorang puteri dan berbadan ikan ini, tidak diketahui secara benar dari mana asal muasal kisah ini muncul. Apakah hanya mitos dan khayalan belaka atau memang sebuah kenyataan. Yang jelas, hamper semua menilai, semua adalah mitos dan rekaan manusia belaka.

Namun, apakah anda percaya kalau sebenarnya ikan jenis ini merupakan salah satu jenis haiwan aneh yang hidup di sungai Nil Mesir? Para sejarahwan yang hidup di abad ke 2 atau 3 hijriyyah telah menulis adanya haiwan aneh ini yang hidup di sungai Nil dan bahkan menurut mereka, boleh jadi tidak ditemukan di sungai-sungai lainnya di muka bumi ini.

Adalah Umar bin Muhammad bin Yusuf al-Kinady atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Kinady yang diperkirakan hidup pada abad ke dua hijriyyah, sebagaimana dinukil oleh al-Maqrizi dalam al-Mawaa’id wal I’tibar, telah panjang lebar menceritakan jenis-jenis haiwan aneh yang tinggal di Sungai Nil Mesir.
Menurutnya, di antara kelebihan dan keistimewaan sungai Nil Mesir dari sungai-sungai lainnya di muka bumi, adalah hidupnya beberapa jenis haiwan aneh yang tidak ditemukan di sungai-sungai lainnya. Di antaranya, ada sejenis ikan yang bermuka manusia dan berbadan ikan. Bahkan, di antara jenis ikan ini, ada juga yang sampai mukanya menyerupai seorang kakek-kakek berjenggot tebal dan panjang. Dan ikan jenis ini hidup di sungai Nil di daerah sekitar Dimyat.

Orang-orang Mesir pada saat itu, menyebut ikan jenis ini dengan nama Syaikhul Bahr (Penjaga Sungai Nil). Masyarakat saat itu mempunyai anggapan, ikan tersebut berperanan sebagai pemberi tahu. Di mana seseorang melihat ikan jenis ini, itu pertanda akan terjadinya kekeringan, kematian dan bencana.

Penulis tidak mengetahui secara benar keabsahan kisah ini. Di satu sisi, diragukan kebenarannya, karena tidak jelas sumber asalnya. Namun, di sisi lain, boleh jadi juga dibenarkan keabsahannya, mengingat hamper semua sejarahwan dahulu kala selalu menyebut jenis ikan ini dalam kitab-kitabnya. Dan, tentu, hal ini bukan sesuatu yang mustahil akan adanya.

Kalau saja jenis ikan ini betul-betul ada dahulu kala, maka boleh dikatakan, sebenarnya kisah Putri Duyung berasal dari Mesir, tepatnya dari Sungai Nil Mesir. Dan kalau benar ini terjadi, maka sebutan Mesir sebagai Ummul Hadarah dan Ummud Dunya, betul-betul tidak diragukan dan betul-betul mencakup semua aspek, karena mencakup juga kisah-kisah aneh yang belakangan marak diperbincangkan di masyarakat dunia, termasuk di Indonesia.

2.Kisah  Farasul Bahr (Kuda Nil)
Mari kita sejenak merenung, mengapa salah satu jenis hewan yang mirip kuda dikenal dengan sebutan Kuda Nil. Mengapa tidak disebut Kuda Amazon, atau Kuda Kapuas atau Kuda Ciliwung? Apakah sebutan ‘Nil’ di ujung nama tersebut ada kaitannya dengan Sungai Nil? Ataukah hanya sekedar nama biasa yang tidak ada sangkut pautnya?

Penulis mencoba melacak sejarah Kuda Nil, namun tidak ditemukan sejarah yang lengkap, detail dan menenangkan tentang mengapa dikenal dengan nama itu. Sejarah yang ada, tidak banyak mengupas persoalan nama itu, dan kalaupun ada, hanya sekedarnya saja.

Oleh karena itu, ketika penulis membaca buku-buku yang ditulis para ulama ratusan tahun lalu tentang keajaiban Sungai Nil (‘ajaib an-niil), penulis mendapatkan sedikit kesinambungan nama tersebut.

Para ulama dahulu kala, menulis bahwa di antara haiwan aneh yang hidup di Sungai Nil Mesir, juga ada sejenis ikan dalam bentuk seekor kuda. Mereka menyebutnya Farasul Bahr (Kuda Sungai Nil). Menurut catatan para sejarawan ini, ikan jenis ini memakan buaya, dan karenanya, di mana ikan jenis ini berada, di sana jarang atau boleh jadi tidak ada sama sekali diketemukan buaya. Ikan jenis ini umumnya hidup di sungai Nil di daerah Aswan, Mesir.

Ikan jenis ini mirip bentuknya dengan kuda yang hidup di daratan, hanya saja ekornya lebih besar dan lebih indah warnanya. Telapak kakinya mirip telapak kaki sapi, dan tubuhnya lebih besar sedikit dari tubuh keledai. Dan terkadang, ikan jenis ini sengaja keluar ke daratan, kemudian berhubungan badan dengan kuda yang hidup didaratan, sehingga melahirkan seekor kuda yang sangat bagus dan cantik.

Kisah di atas, ditulis oleh banyak sejarawan ketika mencoba mengulas seputar hal-hal yang berkaitan dengan sungai Nil. Dan mereka  yang menceritakannya, bukan orang-orang sembarang, akan tetapi para ulama dan sejarawan yang memang sudah ‘kahot’ dibidangnya. Untuk itu,hemat penulis, kisah ini sangat boleh jadi keberadaan dan kebenarannya. Di antara buku belakangan yang menceritakan haiwan-haiwan ini, di antaranya adalah kitab al-Mawaaid wal I’tibaar karya Imam al-Maqrizi.

Kalau ini kisah ini benar adanya, maka boleh jadi dan sangat besar kemungkinan, nama ‘Nil’ yang melengket dengan nama salah satu jenis haiwan belakangan ini yang dikenal dengan nama ‘Kuda Nil’, sangat erat kaitannya dengan Farasul Bahr, sejenis ikan yang berbentuk kuda yang hidup di sungai Nil ini.

Apakah wujud Farasul Bahr sama persis dengan Kuda Nil sekarang ini? Tentu sulit dibuktikan. Hanya, kalaupun tidak sama persis, pengambilan nama ‘Kuda Nil’ ini, boleh jadi, hendak menisbahkan dengan jenis ikan yang hidup di sungai Nil yang dikenal dengan nama Farasul Bahr ini, dari segi bentuk, wujud dan kehidupannya.

3.Cerita ikan Ar-Ru’aad (Ikan Geledek)
Ikan ini disebut Ikan Geledek (ar-Ru’aad), karena selalu menyambar para nelayan, laksana kilat yang selalu menyambar. Ikan ini sejenis ikan biasa yang besarnya seukuran lengan. Namun tenaga dan kekuatannya sangat besar, sehingga apabila ikan ini menyambar tangan nelayan atau jarring, maka kedua tangan dan kaki nelayan itu akan bergetar, seolah terkena aliran listrik. Getaran itu tidak akan berhenti, sampai ikan tersebut dilepaskan atau ikan tersebut mati.

Ikan ini bukan ikan untuk dimakan, akan tetapi diyakini oleh masyarakat Mesir dahulu kala sebagai ikan obat. Mereka yang sering sakit kepala (barangkali istilah sekarang Migren), sehebat apapun sakitnya, apabila ditempelkan ikan tersebut persis di atas kepalanya, maka saat itu juga sakit kepalanya akan hilang. Dengan catatan ikan tersebut masih hidup, bukan setelah mati.

Oleh karena itu, masyarakat Mesir saat itu, biasa mencari ikan ini sebagai obat sakit kepala yang sudah bertahun-tahun atau yang sudah sangat parah sekalipun.  Bahkan, bukan hanya itu, masyarakat Mesir dahulu kala menyakini Ikan Geledek ini sebagai ikan keberuntungan, di mana menurut kepercayaan mereka, apabila seorang gadis atau janda menenggantungkan sebagian anggota tubuh Ikan Geledek ini, maka wanita tersebut akan segera mendapatkan jodohnya. Atau bagi yang sudah bersuami, maka suaminya akan selalu nempel dengan dirinya.

Demikian juga dengan laki-laki. Setiap laki-laki yang menempelkan sebagian anggota tubuh Ikan Geledek ini, maka ia akan segera mendapatkan jodoh yang sesuai, dan apabila telah menikah, maka isterinya tidak akan meninggalkannya, juga tidak akan jauh dari dirinya. Demikian, kepercayaan masyarakat Mesir dahulu kala tentang Ikan jenis ini, sebagaimana ditulis oleh para sejarawan Mesir, semisal al-Maqrizi dalam al-Mawaid wal Itibar (1/66).

4.Dongeng ikan As-Suqnaqur
Ikan jenis ini kononnya merupakan hasil perkawinan antara ikan dengan buaya. Bentuknya tidak seluruhnya seperti ikan, karena Suqnaqur mempunyai dua tangan dan dua kaki, juga tidak seperti buaya, ekornya licin mulus, lebar dan tidak berduri sebagaimana buaya. Ikan ini mempunyai racun yang sangat berbahaya, dan apabila racun ini dimakan, maka akan mengakibatkan kematian seketika.

Ikan jenis ini sebagaimana Ikan Geledek, bukan untuk dimakan, akan tetapi sebagai obat. Suqnaqur merupakan obat untuk kekuatan hubungan badan, khususnya bagi laki-laki. Biasanya yang diambil dari Suqnuqur ini hanya daging dan lemaknya saja. Ada yang dijadikan seperti salep dan ada juga yang dikeringkan dan dimakan disatukan dengan madu atau sayur. Suqnaqur juga hanya diketemukan di sungai Nil saja, dan tidak ditemukan di sungai-sungai lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar